Terapi Gen untuk Regenerasi Saraf Optik: Memodulasi PTEN/mTOR, KLF, dan Sox11
Pendahuluan
Kehilangan penglihatan akibat cedera saraf optik atau glaukoma terjadi karena sel-sel ganglion retina (RGC) gagal menumbuhkan kembali aksonnya. Pada mamalia dewasa, program pertumbuhan intrinsik RGC biasanya dimatikan, sehingga saraf yang rusak tidak dapat pulih dengan sendirinya (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Studi tikus terbaru menunjukkan bahwa terapi gen dapat mengaktifkan kembali jalur pertumbuhan ini. Misalnya, menghapus gen PTEN (penghambat pertumbuhan sel) pada RGC dewasa mengaktifkan jalur pertumbuhan mTOR dan menyebabkan pertumbuhan kembali akson yang kuat (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Dalam artikel ini kami meninjau bagaimana manipulasi PTEN/mTOR, gen keluarga KLF, dan Sox11 dapat menstimulasi regenerasi akson RGC, apa yang telah dicapai dalam studi tikus, masalah keamanan (seperti risiko kanker), bagaimana gen disampaikan (vektor virus AAV, injeksi intravitreal atau suprachoroidal), dan langkah-langkah apa yang diperlukan untuk beralih dari model cedera akut ke pengobatan glaukoma kronis.
Jalur Pertumbuhan Intrinsik pada RGC
Jalur PTEN/mTOR
Dalam kondisi normal, RGC dewasa menjaga jalur mTOR sebagian besar mati, yang membatasi kemampuan mereka untuk menumbuhkan akson baru (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). PTEN adalah gen yang menghambat mTOR. Para ilmuwan menemukan bahwa menghilangkan PTEN pada RGC tikus dewasa melepaskan sinyal mTOR dan memungkinkan pertumbuhan kembali akson (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Dalam salah satu studi penting, knockout kondisional PTEN pada tikus dewasa menyebabkan regenerasi saraf optik yang kuat (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Sekitar 8–10% RGC yang bertahan hidup memperpanjang akson lebih dari 0,5 mm melewati cedera, dengan beberapa akson tumbuh lebih dari 3 mm dan bahkan mencapai kiasma optik pada 4 minggu setelah cedera (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Meng-knockout penghambat mTOR lainnya, gen TSC1, juga menginduksi pertumbuhan kembali akson (pmc.ncbi.nlm.nih.gov).
Menghapus PTEN tidak hanya mendorong pertumbuhan kembali tetapi juga meningkatkan kelangsungan hidup RGC (sekitar 45% kelangsungan hidup vs ~20% pada kontrol) (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Namun, ada kekhawatiran keamanan: PTEN adalah penekan tumor. Kehilangan PTEN jangka panjang dapat mendorong pertumbuhan sel yang tidak terkontrol. Memang, sebuah studi regenerasi besar mencatat bahwa penghapusan PTEN secara permanen tidak dapat diterima secara klinis karena risiko kanker (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Untuk mengatasi hal ini, para peneliti menyarankan penggunaan terapi gen yang dapat dikontrol (misalnya, shRNA yang disampaikan oleh AAV di bawah promotor yang dapat diaktifkan/dinonaktifkan) sehingga aktivitas PTEN dapat dimatikan selama pertumbuhan kembali dan kemudian dihidupkan kembali (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Singkatnya, PTEN/mTOR adalah sakelar pertumbuhan internal yang kuat, tetapi harus dikontrol dengan hati-hati.
Keluarga KLF dan Sox11
Para peneliti juga telah menargetkan faktor transkripsi yang mengontrol pertumbuhan akson. Faktor-faktor Krüppel-like (KLF) adalah keluarga gen semacam itu. Temuan kunci adalah bahwa KLF4 bertindak sebagai penghambat pertumbuhan akson: RGC yang kekurangan KLF4 tumbuh lebih baik dari normal (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Pada tikus yang direkayasa sehingga RGC tidak memiliki KLF4, neuron-neuron ini memperpanjang neurit jauh lebih panjang dalam kultur dan, setelah cedera saraf optik, lebih banyak akson tumbuh keluar. Misalnya, dua minggu setelah cedera, tikus knockout KLF4 memiliki serat regenerasi yang secara signifikan lebih banyak melampaui 1 mm dari lokasi cedera dibandingkan tikus wild-type (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). KLF lain memiliki peran yang bervariasi: beberapa (seperti KLF6 dan KLF7) mendorong pertumbuhan, sementara yang lain (seperti KLF9) menghambatnya (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Dengan demikian, menyeimbangkan kembali ekspresi KLF dapat mengangkat beberapa “rem” perkembangan pada pertumbuhan RGC (pmc.ncbi.nlm.nih.gov) (pmc.ncbi.nlm.nih.gov).
Faktor transkripsi lain adalah Sox11, penting dalam perkembangan. Ekspresi berlebihan Sox11 pada RGC dewasa (menggunakan pengiriman gen AAV) juga ditemukan dapat meningkatkan regenerasi. Dalam sebuah studi, RGC dengan Sox11 tambahan menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam pertumbuhan kembali akson setelah cedera (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Namun, Sox11 memiliki efek campuran: ia mendorong pertumbuhan kembali pada jenis RGC tertentu tetapi dapat membunuh yang lain. Terutama, ekspresi berlebihan Sox11 membunuh hampir semua RGC yang disebut “alfa” (subtipe RGC) yang biasanya merespons dengan baik terhadap pengobatan berbasis PTEN (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Dengan kata lain, Sox11 memprogram ulang beberapa RGC menjadi keadaan yang kompeten untuk tumbuh, tetapi juga merusak yang lain (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Para ilmuwan menyimpulkan bahwa subtipe RGC yang berbeda memerlukan strategi pertumbuhan kembali yang berbeda.
Studi Kunci Optic Nerve Crush pada Tikus
Model tikus cedera saraf optik (optic nerve crush) telah menunjukkan bagaimana manipulasi gen ini bekerja dalam praktik. Pendekatan klasik menggabungkan jalur untuk efek maksimal. Dalam sebuah studi PNAS, para ilmuwan menerapkan tiga perlakuan: menghapus PTEN, menginduksi peradangan di mata (zymosan), dan meningkatkan cAMP. Trio ini memicu RGC untuk menumbuhkan kembali akson sepanjang saraf optik dan masuk ke pusat visual otak (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Ketika mereka memeriksa otak tikus yang diobati, banyak serat yang beregenerasi mencapai nukleus genikulatum lateral, kolikulus superior, dan area visual lainnya (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Yang penting, pertumbuhan kembali ini menyebabkan pemulihan parsial perilaku terkait penglihatan. Tikus yang diobati mendapatkan kembali beberapa kemampuan untuk melakukan tugas visual sederhana: mereka dapat melacak pola bergerak (refleks optomotor) dan menilai kedalaman lebih baik daripada kontrol yang cedera (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). (Mereka bahkan menunjukkan respons cahaya sirkadian yang lebih baik [20†L33-L38], meskipun detail tersebut sulit diukur.) Pekerjaan ini menunjukkan bahwa regenerasi akson jarak jauh pada tikus dewasa dapat secara fungsional menghubungkan kembali bagian-bagian sistem visual.
Studi lain berfokus pada faktor-faktor individual. Pengiriman AAV intravitreal yang membawa TrkB aktif secara konstitutif (reseptor faktor neurotropik yang berasal dari otak) menyebabkan pertumbuhan yang lebih panjang. Misalnya, Nishijima dkk. menggunakan TrkB yang direkayasa (disebut F-iTrkB) yang disampaikan oleh AAV dan melihat akson tumbuh kembali lebih dari 4,5 mm, dengan beberapa mencapai kiasma optik (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Demikian pula, memasukkan gen pendorong pertumbuhan seperti K-Ras aktif (onkogen yang terkenal) ke dalam RGC menghasilkan regenerasi sekitar 3 mm (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Menariknya, tidak ada tumor yang terlihat pada mata yang diobati tersebut, tetapi para penulis masih merekomendasikan penggunaan sakelar gen on/off yang dapat diinduksi untuk keamanan (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Studi-studi ini dan lainnya mengkonfirmasi bahwa mengaktifkan gen pertumbuhan intrinsik memang dapat mendorong regenerasi pada model cedera saraf optik tikus.
Pemulihan Visual Parsial
Eksperimen tikus sering melacak tidak hanya anatomi tetapi juga fungsi. Refleks optomotor (tikus mengikuti garis bergerak) dan tes persepsi kedalaman adalah cara sederhana untuk melihat apakah penglihatan membaik. Dalam studi tiga perlakuan (pmc.ncbi.nlm.nih.gov), tikus menunjukkan pemulihan parsial refleks-refleks ini. Mereka dapat kembali merespons visual yang bergerak dan menilai kedalaman, sedangkan tikus yang cedera tanpa perlakuan tidak bisa (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Ini menggembirakan: artinya akson yang tumbuh kembali membentuk koneksi yang berguna. Namun, pemulihan hanya bersifat parsial. Banyak jalur visual (terutama penglihatan pembentuk gambar halus) tetap terputus. Sejauh ini, regenerasi telah mengembalikan respons visual dasar, tetapi bukan penglihatan penuh. Namun, melihat adanya peningkatan fungsional mengkonfirmasi potensi strategi-strategi ini.
Pertimbangan Keamanan
Meskipun terapi gen untuk regenerasi menjanjikan, keamanan adalah perhatian kritis. Jalur pertumbuhan yang sama yang membantu akson juga dapat menyebabkan masalah jika tidak terkontrol. Seperti yang telah disebutkan, penghapusan PTEN secara permanen merupakan risiko kanker (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Demikian pula, mengaktifkan mTOR secara kronis dapat menyebabkan pertumbuhan tumor (misalnya, pasien TSC1/2 menderita tumor). Terapi gen yang mendorong faktor pertumbuhan (seperti RAS yang direkayasa atau onkogen lainnya) harus dikontrol dengan hati-hati. Terutama, dalam terapi AAV-RAS eksperimental, tidak ada tumor yang diamati pada mata tikus (pmc.ncbi.nlm.nih.gov), tetapi para penulis menekankan penggunaan sistem yang diatur (dapat diinduksi) jika ada aktivitas onkogenik yang perlu dimatikan (pmc.ncbi.nlm.nih.gov).
Masalah keamanan lainnya meliputi kematian sel dan reaksi kekebalan. Beberapa intervensi merusak sel-sel tertentu: misalnya, ekspresi berlebihan Sox11 membunuh banyak RGC tipe-alfa (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Setiap terapi yang membunuh RGC akan mengimbangi manfaatnya. Ada juga risiko kerusakan akibat injeksi atau peradangan. Menginduksi peradangan (zymosan) membantu regenerasi pada tikus, tetapi pada manusia akan berbahaya. Efek jangka panjang dari sisipan AAV (seperti mutagenesis insersional) rendah, tetapi setiap terapi gen okular memerlukan penilaian yang cermat. Singkatnya, setiap gen pendorong pertumbuhan harus diimbangi dengan potensi bahaya: idealnya disampaikan secara sementara atau di bawah kontrol ketat.
Strategi Pengiriman Gen
Memasukkan gen ke sel yang tepat adalah tantangan utama. Untuk RGC, virus terkait adeno (AAV) adalah vektor utama. AAV adalah virus yang aman, tidak bereplikasi yang dapat membawa gen terapeutik ke dalam sel retina. Metode umum adalah injeksi intravitreal: menyuntikkan AAV langsung ke gel vitreous mata. AAV2 adalah serotipe klasik untuk transduksi retina; ia secara efisien mencapai RGC ketika disuntikkan intravitreally (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Bahkan, sebuah studi menemukan bahwa AAV2 intravitreal mentransduksi lebih dari 90% RGC (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Kapsid lain juga dapat digunakan. Misalnya, AAV6 yang diberikan intravitreally menunjukkan tropisme yang sangat tinggi untuk retina bagian dalam dan lapisan RGC (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Para ilmuwan juga merekayasa varian AAV2 (seperti mutasi atau kimera) untuk menembus penghalang retina dengan lebih baik, tetapi detail tersebut terus berkembang.
Rute lain adalah injeksi suprachoroidal, di mana jarum atau mikrokannula menyampaikan AAV antara sklera dan koroid (lapisan vaskular). Pendekatan ini menyebarkan vektor secara luas di bawah retina. AAV8 suprachoroidal pada monyet menghasilkan ekspresi gen yang luas (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Ini dapat dilakukan dengan jarum mikro yang dirancang khusus. Pengiriman suprachoroidal menghindari operasi besar tetapi masih invasif dan dapat menyebabkan peradangan lokal. Faktanya, AAV8 suprachoroidal menyebabkan korioretinitis ringan (peradangan koroid) yang memerlukan steroid, meskipun sembuh dalam beberapa minggu (pmc.ncbi.nlm.nih.gov) (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Yang penting, pengiriman suprachoroidal memicu respons antibodi sistemik yang lebih lemah terhadap kapsid AAV daripada pengiriman intravitreal (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Hal ini kemungkinan karena beberapa virus keluar dari mata secara berbeda. Secara keseluruhan, injeksi suprachoroidal menunjukkan potensi untuk terapi gen ke bagian belakang mata, tetapi efek imunnya perlu dikelola.
Imunogenisitas
Meskipun mata agak “istimewa imun,” pengiriman gen AAV masih dapat memprovokasi reaksi kekebalan. AAV intravitreal sering bocor keluar dari mata melalui saluran drainase. Sebuah studi pada primata menemukan bahwa AAV intravitreal menghasilkan ~400–500 kali lebih banyak virus dalam aliran darah dibandingkan dengan injeksi subretinal (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Ini menyebabkan respons antibodi yang sangat kuat terhadap kapsid AAV (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Sebaliknya, AAV subretinal (disuntikkan di bawah retina) diisolasi di mata dan biasanya tidak menghasilkan hampir tidak ada antibodi anti-kapsid (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). AAV suprachoroidal berada di antaranya: beberapa virus tetap di mata sementara beberapa mencapai jaringan terdekat. Studi menunjukkan AAV suprachoroidal menyebabkan produksi antibodi anti-kapsid yang lebih ringan daripada intravitreal (pmc.ncbi.nlm.nih.gov), tetapi dapat memacu sel imun terhadap produk gen (seperti yang terlihat dengan GFP) karena ia mentransduksi sel di luar penghalang darah-retina (pmc.ncbi.nlm.nih.gov).
Selain antibodi, respons sel T dapat menyerang sel yang ditransduksi. Jika gen yang dimasukkan menghasilkan protein yang dianggap asing oleh tubuh (seperti GFP dalam eksperimen), sel imun dapat membersihkan sel-sel tersebut. Bahkan gen manusia asli kadang-kadang dapat memicu peradangan tingkat rendah. Uji coba gen retina klinis (misalnya untuk RPE65) sering memberikan steroid untuk meredam respons ini. Rute yang tetap di dalam retina (subretinal, suprachoroidal) cenderung kurang imunogenik secara keseluruhan daripada injeksi vitreous (pmc.ncbi.nlm.nih.gov) (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Terapi di masa depan perlu menyeimbangkan pengiriman yang efisien dengan aktivasi imun minimal, mungkin menggunakan jenis AAV yang lebih baru atau regimen imunosupresif.
Menerjemahkan ke Glaukoma
Glaukoma menyajikan tantangan yang berbeda dari cedera saraf akut. Pada glaukoma, RGC mati secara perlahan karena faktor-faktor seperti tekanan mata tinggi, aliran darah berkurang, dan stres. Untuk mengobati glaukoma, terapi gen harus bekerja dalam pengaturan cedera kronis. Ini berarti waktu sangat penting: terapi mungkin perlu diberikan lebih awal untuk melindungi RGC, atau secara berkala untuk menyetel ulang sinyal pertumbuhan. Untungnya, beberapa pekerjaan mulai menjembatani kesenjangan ini. Dalam sebuah studi baru-baru ini, para peneliti menggunakan AAV untuk mengirimkan reseptor TrkB yang selalu aktif (F-iTrkB) ke mata tikus model glaukoma. Tikus-tikus ini menunjukkan perlindungan RGC dan regenerasi akson yang substansial (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Ini menunjukkan bahwa bahkan dalam kondisi glaukoma, mengaktifkan jalur pertumbuhan dapat membantu.
Namun, beralih dari model crush ke glaukoma manusia akan membutuhkan lebih banyak langkah. Kita perlu menguji terapi gen ini pada model glaukoma hewan (seperti hipertensi okular terinduksi atau model genetik) daripada hanya pada crush. Kita juga harus mempertimbangkan penuaan dan lingkungan yang sakit: neuron yang lebih tua, jaringan parut, dan tekanan mata yang berfluktuasi. Kemungkinan besar akan diperlukan untuk menggabungkan terapi gen dengan perawatan glaukoma standar (menurunkan tekanan, menggunakan faktor neurotropik) dan menggunakan sistem gen yang terkontrol. Misalnya, seperti yang dicatat, konstruksi AAV dapat menggunakan promotor yang dapat diinduksi sehingga gen faktor pertumbuhan dapat dimatikan setelah akson tumbuh kembali (pmc.ncbi.nlm.nih.gov) (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Karena glaukoma manusia berkembang lambat, satu injeksi gen mungkin tidak cukup; dosis berulang atau vektor yang bertahan lama mungkin diperlukan. Singkatnya, menerjemahkan temuan-temuan ini ke terapi glaukoma berarti menyesuaikan diri dengan dinamika cedera kronis dan memastikan pengobatan aman serta tahan lama.
Kesimpulan
Terapi gen yang memodulasi jalur intrinsik RGC menunjukkan potensi yang menarik: pada hewan pengerat ia dapat membuat saraf optik tumbuh kembali dan bahkan memulihkan sebagian penglihatan. Strategi kunci seperti aktivasi PTEN/mTOR, penghapusan KLF4, atau ekspresi berlebihan Sox11 masing-masing memberikan dorongan regeneratif melalui program sel yang berbeda. Studi tikus mengkonfirmasi akson dapat menginervasi kembali otak dan meningkatkan tugas visual sederhana (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Namun, masalah keamanan (risiko onkogenik, kehilangan sel, respons imun) harus diselesaikan, dan metode pengiriman harus disempurnakan. Kemajuan dalam vektor AAV dan injeksi okular menyediakan alat untuk menargetkan RGC secara efisien (pmc.ncbi.nlm.nih.gov) (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Langkah selanjutnya termasuk pengujian pada model glaukoma kronis, optimasi dosis dan promotor, serta penggabungan terapi gen dengan pengobatan glaukoma. Secara keseluruhan, bukti praklinis sangat mendukung pengembangan lebih lanjut: dengan menyetel jalur pertumbuhan intrinsik secara hati-hati, kita mungkin secara fundamental mengubah prospek perbaikan saraf optik.
Siap untuk memeriksa penglihatan Anda?
Mulai tes lapangan visual gratis Anda dalam waktu kurang dari 5 menit.
Mulai tes sekarang